Pagi itu hujan mengguyur kota dingin dengan ketinggian + 400 meter diatas permukaan laut. Hujan yang memang sehari-hari menghiasi kota yang selalu tak pernah berhenti berkelap-kelip di malam hari dengan berbagai aksesori taman yang indah. Mungkin juga karena tak lama kota ini berada dalam pimpinan seorang yang memang lebih baik ketimbang tahun-tahun sebelumnya. Dibawah pimpinannya, dia bangun kota yang dulu terkenal dengan "Kota Ruko" ini menjadi kota yang lebih hijau. Nggak kalah saat malam pun, warna-warni pernak-pernik taman menghiasi kota ini. Menjadi begitu indah, sehingga tak pernah bosan untuk tetap berada disini.
Beranjak ke pagi di kota ini yang sedang terhiasi rintik gerimis dan mendung awan yang cukup abu-abu. Warna-warni perlengkapan berlindung diri dikenakan dan dibawa oleh setiap individu. Kami warga kota tetap memulai semua seperti biasanya. Seperti saat matahari menyapa dan lautan biru di angkasa yang cerah. Hari itu, banyak sekali memang acara-acara yang diselenggarakan oleh penduduk kota. Memang tak ada kota yang sepi, yang hanya memeluk diam kesepian sendiri. Selalu ada saja acara yang dilakukan. Hari itu, aku melihat dimana satu kejadian yang aku sendiri sulit mengungkapkan. Bisa saja kejadian itu sudah direkayasa sebelumnya oleh para tokoh-isme pelaku dalam kejadian itu. Bisa saja mungkin, tokoh-isme tersebut harus merasakan hal seperti ini. Seperti ini? aku tak tau banyak bagaimana bisa terjadi, namun aku seperti angin yang terus mengikuti kemana arah membawaku.
Hari itu dipagi yang kelabu, saat aku tetap mengikuti kemana arah membawaku, kulihat dua orang. Layaknya seorang anak kecil yang amat sangat ingin tahu bagaimana dan apa saja yang mereka telah saksikan. Bagaimana bisa terjadi dan mengapa terjadi. Selalu masa kecil adalah masa dimana semua ingin dketahui asal usulnya. Pasti. Itu hakikat dan garis alam dari Yang Maha Kuasa yang tak bisa ditolak. Ya, rasanya aku seperti anak kecil. Aku melihat dua orang yang tampaknya memang sudah akrab. Kulihat dari rona muka dan tatapan mereka, mereka layaknya dua orang yang amat sangat akrab sekali. Dilihat dari dua masa, pertama masa lalu, masa lalu mereka sepertinya amat sangat berliku-liku namun mereka tetap bisa melewatinya bersama. Bersama memang, meski sepertinya keadaan yang membuat mereka harus sendiri-sendiri. Mandiri ditengah kebersamaan. Namun pagi itu, rona muka mereka terlihat menyembunyikan kepanikan masing-masing. Sampai saja kalau aku bisa mendengar detak jantung mereka yang sama-sama berdetak lebih cepat dari biasanya. Bukan karena mereka malu satu sama lain, namun pagi itu terasa menjadi pagi yang penuh kepanikan. Mungkin mereka "tokoh-isme" ini harus merasakan pagi yang kelabu dengan kondisi panik kelabu juga sepertinya. Mungkin memang harus merasakan hal ini. Ditengah kepanikan, tokoh yang berperan sebagai laki-laki gentle ini menyapa tokoh-isme perempuan yang sangat terlihat panik namun disembunyikan dengan senyuman. Senyum yang benar-benar dari hati, meski terlihat muka laki-laki ini panik. Aku berfikir, mungkin mereka sedang terlambat dalam melakukan jobdisk masing-masing. Biasanya, dua orang ini terlihat saling bertegur sapa, bercanda, dan berkata tawa lebih banyak sebelum roda dua mengantar mereka ke suatu tempat. Entah mungkin tempat yang biasanya pasti lebih indah dari tempat yang harus mereka temui pagi itu.
Tetapi di pagi itu, tak ada sapaan yang lebih dari senyum, tak ada gurauan khas, tak ada canda seperti biasanya. Hanya sama-sama tersenyum dan samar-samar aku dengar laki-laki itu menanyakan "Ini sudah jam berapa ya?". Si perempuan pun lebih samar-samar lagi kudengar menjawab pukul yang tertera pada jam tangan hitam ditangannya. Lalu roda dua itu membawa mereka ke tempat tujuan mereka. Tetap kuikuti mereka, aku ingin tahu kejadian dan perasaan mereka masing-masing pagi itu. Menurutku mereka sepertinya sangat unik. Susah untuk dijelaskan bagaimana mereka, namun susah untuk dimengerti juga bagaimana mereka berdua dapat sedekat seperti saat sekarang. Ditengah arungan mengikuti mereka, aku berhembus dan menggumam ditengah perasaanku sendiri. Dua orang ini, mungkin memang sama-sama saling percaya, ada kepercayaan di masing-masing diri mereka. Mungkin itu yang membuat mereka sampai sekarang terlihat akrab. Tanpa aku tahu bahwa ternyata tak ada status yang jelas yang menuliskan mereka berdua ini memiliki ikatan apa. Namun, aku hanya tetap menggumam dalam batinku sendiri, mereka berdua ini sebenarnya cocok, tapi mungkin ada yang mereka simpan sendiri satu sama lain tak ada yang mengetahui. Itu mungkin yang membuat mereka tak memiliki status sampai sekarang. Mungkin mereka tidak menganggap status penting sekarang, karena mereka terlihat sama-sama bahagia saat bersama. Mungkin mereka berfikir, seperti ini saja sudah bahagia, sudah dapat merasakan apa yang memang orang-orang dengan status jelas merasakan. Wah, aku menggumam terlalu dalam sepertinya. Kudengar sayup-sayup suara mereka ditengah kepanikan masing-masing, mereka terlihat sedang berbincang-bincang hal yang aku tak tahu pasti. Namun karena panik percakapan itu terhenti seketika. Aku tetap memandangi mereka dengan mata batinku, karena aku ingin membaca mereka bukan hanya sekedar melihat mereka.
Laki-laki itu sebelumnya terlihat dan lebih terlihat lagi kalau memang ia memiliki rasa yang tak hanya sekedar kasihan, namun ia tulus dari hati ia melakukan semua hal-hal yang telah mereka lalui bersama. Sedikit ia sadari rasa sayang terhadap si perempuan itu, namun sebenarnya jauh dari itu ia memang sudah dan selalu menyayangi si perempuan tokoh-isme ini sejak mereka dekat entah waktu kapan saat itu. Yang kurasa perasaan laki-laki ini seperti itu, namun ia belum menyadari sepenuhnya bahwa yang telah ia lakukan terhadap si perempuan itu karena ia memang menyayanginya, tak hanya sekedar kasihan. Terlihat, disetiap permintaan si perempuan selalu ia turuti tanpa banyak bercakap. Namun yang ia tahu, yang laki-laki ini tahu ia hanya merasa kasihan dan ia mungkin memang memberikan sedikit sayangnya pada si perempuan ini. Tapi jauh dari itu, ia belum sadar bahwa sebenarnya ia memang benar-benar menyayangi si tokoh-isme perempuan ini. Terlihat juga, sering laki-laki ini menunjukkan perasaannya yang sebenarnya pada perempuan ini, meski ia melakukannya tanpa ia sadari kalau ia memiliki rasa sayang pada si perempuan ini. Yah, rumit memang ada satu ungkapan yang sepertinya aku dan perempuan ini tak tahu. Ia memendam ungkapan ini dalam dan tertutup sekali. Aku terasa susah juga saat ingin mendengar ungkapan ini.
Sekali lagi, lebih rumit memahami si perempuan ini. Ia terlihat menunggu datangnya keajaiban perasaan yang cepat terungkap dari laki-laki. Ia menunggu. Setia menunggu setengah windu ini. Jika mau, mungkin dengan laki-laki lain sekarang ia sudah memiliki ikatan. Saat aku membaca perasaan perempuan ini Rhytym of Happiness-nya hanya ia yang dapat merasakan. Kadangkala ia menunjukkan kalau ia sangat membutuhkan si laki-laki itu. Namun kadang ia tak mengatakan bahwa ia membutuhkan dan kadang juga sepertinya ia seperti tak peduli dengan laki-laki itu. Sekali lagi sama-sama jauh di dalam relung hatinya, hati perempuan ini tak pernah untuk orang lain selain laki-laki itu. Tetap sama dan tetap untuk laki-laki itu. Walau kadang ia sering mengungkapkan kehadiran orang yang baru sangat menghibur hatinya karna dapat mengambil hatinya. Tidak, yang sebenarnya terjadi, hati perempuan ini juga tetap untuk laki-laki itu. Pagi itu, ia berfikir, ia merasa apa mungkin ia(tokoh-isme laki-laki) mau menuruti permintaan tolongnya. Atau mungkin akan meninggalkannya sendiri. Tidak lagi, perempuan itu merasa "mengapa ia bisa seperti ini padaku?". Ya, aku merasa degup jantung perempuan ini berkata demikian. Ia hanya sedang bingung sepertinya sekarang. Ia tak tahu bagaimana jelasnya perasaan si laki-laki itu kepadanya. Yang ia tahu kadang laki-laki itu amat peduli padanya, kadang biasa saja. Tapi tak pernah amat tak peduli. Perempuan ini bingung dengan seseorang yang memiliki hatinya tersebut. Ia takut rasa sayang yang diam-diam ia rasakan dari rasa sayang yang sudah diberikan laki-laki itu padanya akan hilang dan sirna dalam waktu lama. Pernah mungkin sepertinya ia merasakan kehilangan itu. Namun disaat-saat yang masih belum berarti bagi mereka berdua.
Aku menghentikan cara membaca itu tatkala mereka berdua saling bilang "Thankyou so much" dan terjawab dengan "Iya, bye bye" dengan closing senyuman yang masih terhiasi kepanikan. Aku tak tahu kehidupan kedepan bagaimana dengan tokoh-isme ini. Yang aku tahu mereka akan tetap memiliki rasa saling percaya, namun aku tak tahu lanjutnya bagaimana. Pagi itu memberikanku banyak pelajaran. Kisah dua orang pemuda-pemudi yang tampak sedikit rumit namun ya itu adanya. Menghadapi problematika masing-masing yang kadang indah dan kadang memang benar-benar menjadi problem. Kehidupan memang tak selalu dapat indah dan menarik untuk diungkapkan. Kehidupan kadang membuat kita belajar bagaimana cara merasakan hal-hal yang tak indah menjadi tetap indah. Kehidupan tak pernah dapat disengajakan, namun mengharuskan kita merasakan hal-hal seperti kisah dua orang diatas kadang. Kadang juga lebih rumit dari itu, dan kadang dapat lebih singkat namun lebih indah. Kehidupan tak ada yang tau, dan kita hanya dapat merencakannya. Tentunya merencanakan keindahan kehidupan, tapi takdir dan keadaan yang terjadi tak bisa kita pungkiri. Tapi dari itu semua, kita masih dapat mengubah keadaan dengan keyakinan, konsistensi, kepercayaan, dan satu hal yaitu doa. Kita dapat mengubah yang tak indah menjadi indah, yang rumit menjadi jelas, yang aneh menjadi menarik untuk diceritakan. Dua orang itu hanyalah tokoh-isme fana yang dapat menjadi contoh. Ditengah kerancuan perasaan mereka masing-masing, mereka tetap dapat membuat keindahan untuk mereka sendiri. Ditengah ketidakjelasan anggapan laki-laki itu pada perempuan itu, mereka masih bisa tersenyum untuk satu sama lain. Masih memiliki empati satu sama lain. Masih memiliki perasaan yang tak kunjung mereka sadari sepertinya. Perasaan yang mungkin akan menyatukan mereka kelak. Pelajarannya, mereka tak tahu rencana Tuhan esok, mereka hanya dapat merasakan takdir Tuhan sekarang. Sama seperti apa yang sering kita rasakan. Resapi.
Beranjak ke pagi di kota ini yang sedang terhiasi rintik gerimis dan mendung awan yang cukup abu-abu. Warna-warni perlengkapan berlindung diri dikenakan dan dibawa oleh setiap individu. Kami warga kota tetap memulai semua seperti biasanya. Seperti saat matahari menyapa dan lautan biru di angkasa yang cerah. Hari itu, banyak sekali memang acara-acara yang diselenggarakan oleh penduduk kota. Memang tak ada kota yang sepi, yang hanya memeluk diam kesepian sendiri. Selalu ada saja acara yang dilakukan. Hari itu, aku melihat dimana satu kejadian yang aku sendiri sulit mengungkapkan. Bisa saja kejadian itu sudah direkayasa sebelumnya oleh para tokoh-isme pelaku dalam kejadian itu. Bisa saja mungkin, tokoh-isme tersebut harus merasakan hal seperti ini. Seperti ini? aku tak tau banyak bagaimana bisa terjadi, namun aku seperti angin yang terus mengikuti kemana arah membawaku.
Hari itu dipagi yang kelabu, saat aku tetap mengikuti kemana arah membawaku, kulihat dua orang. Layaknya seorang anak kecil yang amat sangat ingin tahu bagaimana dan apa saja yang mereka telah saksikan. Bagaimana bisa terjadi dan mengapa terjadi. Selalu masa kecil adalah masa dimana semua ingin dketahui asal usulnya. Pasti. Itu hakikat dan garis alam dari Yang Maha Kuasa yang tak bisa ditolak. Ya, rasanya aku seperti anak kecil. Aku melihat dua orang yang tampaknya memang sudah akrab. Kulihat dari rona muka dan tatapan mereka, mereka layaknya dua orang yang amat sangat akrab sekali. Dilihat dari dua masa, pertama masa lalu, masa lalu mereka sepertinya amat sangat berliku-liku namun mereka tetap bisa melewatinya bersama. Bersama memang, meski sepertinya keadaan yang membuat mereka harus sendiri-sendiri. Mandiri ditengah kebersamaan. Namun pagi itu, rona muka mereka terlihat menyembunyikan kepanikan masing-masing. Sampai saja kalau aku bisa mendengar detak jantung mereka yang sama-sama berdetak lebih cepat dari biasanya. Bukan karena mereka malu satu sama lain, namun pagi itu terasa menjadi pagi yang penuh kepanikan. Mungkin mereka "tokoh-isme" ini harus merasakan pagi yang kelabu dengan kondisi panik kelabu juga sepertinya. Mungkin memang harus merasakan hal ini. Ditengah kepanikan, tokoh yang berperan sebagai laki-laki gentle ini menyapa tokoh-isme perempuan yang sangat terlihat panik namun disembunyikan dengan senyuman. Senyum yang benar-benar dari hati, meski terlihat muka laki-laki ini panik. Aku berfikir, mungkin mereka sedang terlambat dalam melakukan jobdisk masing-masing. Biasanya, dua orang ini terlihat saling bertegur sapa, bercanda, dan berkata tawa lebih banyak sebelum roda dua mengantar mereka ke suatu tempat. Entah mungkin tempat yang biasanya pasti lebih indah dari tempat yang harus mereka temui pagi itu.
Tetapi di pagi itu, tak ada sapaan yang lebih dari senyum, tak ada gurauan khas, tak ada canda seperti biasanya. Hanya sama-sama tersenyum dan samar-samar aku dengar laki-laki itu menanyakan "Ini sudah jam berapa ya?". Si perempuan pun lebih samar-samar lagi kudengar menjawab pukul yang tertera pada jam tangan hitam ditangannya. Lalu roda dua itu membawa mereka ke tempat tujuan mereka. Tetap kuikuti mereka, aku ingin tahu kejadian dan perasaan mereka masing-masing pagi itu. Menurutku mereka sepertinya sangat unik. Susah untuk dijelaskan bagaimana mereka, namun susah untuk dimengerti juga bagaimana mereka berdua dapat sedekat seperti saat sekarang. Ditengah arungan mengikuti mereka, aku berhembus dan menggumam ditengah perasaanku sendiri. Dua orang ini, mungkin memang sama-sama saling percaya, ada kepercayaan di masing-masing diri mereka. Mungkin itu yang membuat mereka sampai sekarang terlihat akrab. Tanpa aku tahu bahwa ternyata tak ada status yang jelas yang menuliskan mereka berdua ini memiliki ikatan apa. Namun, aku hanya tetap menggumam dalam batinku sendiri, mereka berdua ini sebenarnya cocok, tapi mungkin ada yang mereka simpan sendiri satu sama lain tak ada yang mengetahui. Itu mungkin yang membuat mereka tak memiliki status sampai sekarang. Mungkin mereka tidak menganggap status penting sekarang, karena mereka terlihat sama-sama bahagia saat bersama. Mungkin mereka berfikir, seperti ini saja sudah bahagia, sudah dapat merasakan apa yang memang orang-orang dengan status jelas merasakan. Wah, aku menggumam terlalu dalam sepertinya. Kudengar sayup-sayup suara mereka ditengah kepanikan masing-masing, mereka terlihat sedang berbincang-bincang hal yang aku tak tahu pasti. Namun karena panik percakapan itu terhenti seketika. Aku tetap memandangi mereka dengan mata batinku, karena aku ingin membaca mereka bukan hanya sekedar melihat mereka.
Laki-laki itu sebelumnya terlihat dan lebih terlihat lagi kalau memang ia memiliki rasa yang tak hanya sekedar kasihan, namun ia tulus dari hati ia melakukan semua hal-hal yang telah mereka lalui bersama. Sedikit ia sadari rasa sayang terhadap si perempuan itu, namun sebenarnya jauh dari itu ia memang sudah dan selalu menyayangi si perempuan tokoh-isme ini sejak mereka dekat entah waktu kapan saat itu. Yang kurasa perasaan laki-laki ini seperti itu, namun ia belum menyadari sepenuhnya bahwa yang telah ia lakukan terhadap si perempuan itu karena ia memang menyayanginya, tak hanya sekedar kasihan. Terlihat, disetiap permintaan si perempuan selalu ia turuti tanpa banyak bercakap. Namun yang ia tahu, yang laki-laki ini tahu ia hanya merasa kasihan dan ia mungkin memang memberikan sedikit sayangnya pada si perempuan ini. Tapi jauh dari itu, ia belum sadar bahwa sebenarnya ia memang benar-benar menyayangi si tokoh-isme perempuan ini. Terlihat juga, sering laki-laki ini menunjukkan perasaannya yang sebenarnya pada perempuan ini, meski ia melakukannya tanpa ia sadari kalau ia memiliki rasa sayang pada si perempuan ini. Yah, rumit memang ada satu ungkapan yang sepertinya aku dan perempuan ini tak tahu. Ia memendam ungkapan ini dalam dan tertutup sekali. Aku terasa susah juga saat ingin mendengar ungkapan ini.
Sekali lagi, lebih rumit memahami si perempuan ini. Ia terlihat menunggu datangnya keajaiban perasaan yang cepat terungkap dari laki-laki. Ia menunggu. Setia menunggu setengah windu ini. Jika mau, mungkin dengan laki-laki lain sekarang ia sudah memiliki ikatan. Saat aku membaca perasaan perempuan ini Rhytym of Happiness-nya hanya ia yang dapat merasakan. Kadangkala ia menunjukkan kalau ia sangat membutuhkan si laki-laki itu. Namun kadang ia tak mengatakan bahwa ia membutuhkan dan kadang juga sepertinya ia seperti tak peduli dengan laki-laki itu. Sekali lagi sama-sama jauh di dalam relung hatinya, hati perempuan ini tak pernah untuk orang lain selain laki-laki itu. Tetap sama dan tetap untuk laki-laki itu. Walau kadang ia sering mengungkapkan kehadiran orang yang baru sangat menghibur hatinya karna dapat mengambil hatinya. Tidak, yang sebenarnya terjadi, hati perempuan ini juga tetap untuk laki-laki itu. Pagi itu, ia berfikir, ia merasa apa mungkin ia(tokoh-isme laki-laki) mau menuruti permintaan tolongnya. Atau mungkin akan meninggalkannya sendiri. Tidak lagi, perempuan itu merasa "mengapa ia bisa seperti ini padaku?". Ya, aku merasa degup jantung perempuan ini berkata demikian. Ia hanya sedang bingung sepertinya sekarang. Ia tak tahu bagaimana jelasnya perasaan si laki-laki itu kepadanya. Yang ia tahu kadang laki-laki itu amat peduli padanya, kadang biasa saja. Tapi tak pernah amat tak peduli. Perempuan ini bingung dengan seseorang yang memiliki hatinya tersebut. Ia takut rasa sayang yang diam-diam ia rasakan dari rasa sayang yang sudah diberikan laki-laki itu padanya akan hilang dan sirna dalam waktu lama. Pernah mungkin sepertinya ia merasakan kehilangan itu. Namun disaat-saat yang masih belum berarti bagi mereka berdua.
Aku menghentikan cara membaca itu tatkala mereka berdua saling bilang "Thankyou so much" dan terjawab dengan "Iya, bye bye" dengan closing senyuman yang masih terhiasi kepanikan. Aku tak tahu kehidupan kedepan bagaimana dengan tokoh-isme ini. Yang aku tahu mereka akan tetap memiliki rasa saling percaya, namun aku tak tahu lanjutnya bagaimana. Pagi itu memberikanku banyak pelajaran. Kisah dua orang pemuda-pemudi yang tampak sedikit rumit namun ya itu adanya. Menghadapi problematika masing-masing yang kadang indah dan kadang memang benar-benar menjadi problem. Kehidupan memang tak selalu dapat indah dan menarik untuk diungkapkan. Kehidupan kadang membuat kita belajar bagaimana cara merasakan hal-hal yang tak indah menjadi tetap indah. Kehidupan tak pernah dapat disengajakan, namun mengharuskan kita merasakan hal-hal seperti kisah dua orang diatas kadang. Kadang juga lebih rumit dari itu, dan kadang dapat lebih singkat namun lebih indah. Kehidupan tak ada yang tau, dan kita hanya dapat merencakannya. Tentunya merencanakan keindahan kehidupan, tapi takdir dan keadaan yang terjadi tak bisa kita pungkiri. Tapi dari itu semua, kita masih dapat mengubah keadaan dengan keyakinan, konsistensi, kepercayaan, dan satu hal yaitu doa. Kita dapat mengubah yang tak indah menjadi indah, yang rumit menjadi jelas, yang aneh menjadi menarik untuk diceritakan. Dua orang itu hanyalah tokoh-isme fana yang dapat menjadi contoh. Ditengah kerancuan perasaan mereka masing-masing, mereka tetap dapat membuat keindahan untuk mereka sendiri. Ditengah ketidakjelasan anggapan laki-laki itu pada perempuan itu, mereka masih bisa tersenyum untuk satu sama lain. Masih memiliki empati satu sama lain. Masih memiliki perasaan yang tak kunjung mereka sadari sepertinya. Perasaan yang mungkin akan menyatukan mereka kelak. Pelajarannya, mereka tak tahu rencana Tuhan esok, mereka hanya dapat merasakan takdir Tuhan sekarang. Sama seperti apa yang sering kita rasakan. Resapi.
No comments:
Post a Comment